Critical Review

Engaging Gramsci: International Relations Theory and the New Gramscians
Randall D. Germain and Michael Kenny

Karya-karya Marxist italia, Antonio Gramsci, telah banyak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kajian Ilmu Hubungan Internasional. Robert W. Cox mengatakan bahwa sumbangan terbesar dari karya Gramsci adalah menawarkan sejumlah konsep inovatif yang bisa dipakai untuk menelaah dan membongkar mekanisme hegemony dalam level internasional.
Karya Gramsci sekarang telah banyak dipelajari bahkan sampai telah dipelajari secara khusus yang dapat kita sebut sebagai mahzab. Namun demikian, ditengah antusiasme para penstudi karya Gramsci, mereka seringkali gagal untuk benar-benar terikat secara kritis terhadap premis-premis yang mereka anggap/klaim berasal dari pemikiran Gramsci. Germain dan Kenny memandang bahwa kegagalan ini berasal dari 3 persoalan:
1. Apakah bacaan Gramsci, dimana klaim-klaim ini ada, memang membentuk interpretasi yang berbeda yang kemudian dapat pula dipercayai.
2. Apakah konsep-konsep kunci yang dirumuskan oleh Gramsci dalam konteks sudut pandang Ilmu Hubungan Internasional dapat benar-benar diinternasionalkan sebagai mana hal ini diajukan oleh para Gramscian.
3. Apakah konsep-konsep Gramsci cukup layak untuk memahami keadaan alamaiah dari tatanan sosial dalam era kontemporer ini.

Teori HI dan Mahzab Italia
Dalam istilah keilmuan, terdapat dua dimensi yang menjadi ulasan yang sangat menarik dalam mengaji karya Gramsci. Dimensi pertama, beberapa karyanya menyediakan pondasi ontologis dan epitemologis yang bersifat non-deterministic, juga penjelasan mendasar tentang perubahan dari segi struktur. Pemahaman kritis Gramsci juga telah menunjukkan suatu counter-point terhadap pendekatan-pendekatan lain yang menjelaskan tatanan dunia, dalam artian system internasional negara ataupun ekonomi/system dunia. Dengan mendesak kapasitas transformasi manusia, kesimpulan radikal Gramsci tentang subjektivitas manusia menyediakan pendekatan yang akan menghindari sifat deterministic dan strukturalisme ahistori bagi penstudi Hubungan Internasional. Menurut Gill, pendekatan yang diciptakan oleh Gramsci dapat membuat sebuah pendekatan yang bersifat “social scientific explanation”. Dimensi kedua yang membuat karya Gramsci ini semakin menarik adalah pencaharian metodologinya, yang disebut oleh para Italian school sebagai pemahaman yang inovatif terhadap materialisme historis dalam hubungannya dengan pemahaman sejarawan tentang kelas sosial, lembaga-lembaga, dan kekuatan ide (the power of ideas).
Karya Gramsci banyak berbicara soal hubungan sosial dari tatanan dunia. Kita dapat melihat secara jelas melalui konsep ‘hegemoni’, ‘historical bloc’ dan ‘civil society’ yang telah banyak diaplikasikan pada era pasca tahun 1973. Hegemony menurut Gramsci adalah produk dari kepemimpinan, yaitu konsekuensi dari tindakan individu maupun kolektif. Historical bloc, sebagaimana yang dipahami oleh Cox, adalah konsep dialektis dalam artian elemen-elemen yang berinteraksi yang membuat persatuan yang lebih besar. Sedangkan Civil Society, sebagaimana yang dipahami oleh Craig Murphy dan juga banyak disetujui oleh para Gramscian lainnya adalah lembaga kolektif dan ruang politik yang didalamnya dan melalui-nya individu-individu bergabung untuk membentuk identitas-identitas politik. Bisa juga kita sebut sebagai asosiasi yang bersifat sukarela, dimana norma-norma dan kelaziman berlaku, identitas kolektif/bersama dibentuk, dan dimana ‘Saya’ menjadi ‘Kita’.
Pada dasarnya, kemunculan Gramscian dalam studi Ilmu Hubungan Internasional menyediakan cara untuk mengkonseptualisasi tatanan dunia tanpa halangan dari pendekatan state-centric. Namun Gramscian mengadopsi cara dan kerangka kerja historical materialism untuk meneliti organisasi structural tatanan dunia. Gramscian juga berfokus pada kemunculan Global Civil Society sebagai perjuangan dan sekaligus tantangan bagi hegemony yang muncul saat ini.
Secara khusus dalam catatan ini kita akan membahas pandangan Gramsci terhadap Global Civil Society (GCS) yang erat kaitannya dengan Global Social Movement (GSM) dimana GSC yang nantinya akan menggerakkan GSM. GSC diharapkan akan mampu mengakhiri hegemoni, yaitu penguasaan-penguasaan oleh individu atau sekelompok orang terhadap manusia secara umum.




Sebab hegemoni menurut Gramsci

Hegemoni secara sederhana dapat kita artikan sebagai sebuah kekuatan besar yang menguasai kekuatan-kekuatan/entitas-entitas kecil lainnya. Kekuatan ini mempunyai pengaruh yang sangat besar melalui ideology, ekonomi, politik, dan budaya.
Ide tentang hegemoni oleh Gramsci sebenarnya muncul dalam dua rangkaian. Pertama, muncul saat Internasionale III untuk melancarkan revolusi Bolshevik dan pendirian negara Soviet. Kedua, diekstraksi dari tulisan karya Machiavelli. Konsep hegemoni awalnya dimaknai sebagai kekuatan dominant kelas borjuis terhadap kelas-kelas pekerja. Namun demikian, dengan hanya memperhatikan borjuis dan proletar ternyata tidak cukup menjelaskan mekanisme hegemoni sesungguhnya. Gramsci mulai meneliti, menelaah, dan memahami struktur-struktur politik. Ia mendapatkan bahwa gereja, system pendidikan, media massa, dan seluruh institusi memaksa orang untuk menuruti cara bersikap dan harapan hegemon dalam menata sosial masyarakat. Hegemoni tidak terlalu kasar pada prakteknya, namun secara terus-menerus melakukan indoktrinasi sehingga masyarakat pun nyaman dengan keadaan tersebut.
Pada intinya, penyebab terjadinya hegemoni adalah kepemimpinan yang berpihak pada kelas-kelas atas (rulling class) dengan melegitimasi aturan-aturan yang disusupkan oleh ruling class yang diterapkan kepada ruled class (masyarakat pada umumnya). Mekanisme hegemoni ini hampir sama dengan teori kelas Marx, dan teori ini ujungnya adalah pelestarian kapitalisme. Namun menurut Gramsci peran struktur politik-lah yang menjadi factor terjadinya hegemony.


Akibat Hegemony

Akibat dari hegemoni dapat kita temukan dalam seluruh masyarakat, yaitu adanya penguasaan hak atas orang banyak oleh sebagian keci orang. Hegemoni pada dasarnya sangat mencoreng rasa keadilan dan kebebasan sebagai manusia yang otonom. Dalam kontek Hubungan Internasional, mekanisme hegemoni juga seringkali merugikan negara-negara kecil. Hegemoni dalam konteks hubungan internasional lebih kepada dominasi tatanan ekonomi yang berkaitan dengan mode of production. Tatanan ekonomi yang dibuat oleh hegemon bagaimanapun bertujuan untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada proses yang adil yang kemudian membawa kemajuan bagi seluruh negara.

Comments

Popular posts from this blog

International Regime “Suatu Pengantar”

Perspektif Behaviourism dalam Memahami Perubahan Paradigma Politik Nuklir Iran pada Masa Pemerintahan Hassan Rouhani

Catatan Kuliah: Critical Theories